INFORMASI

Penataan Ruang Dalam Cipta Kerja

Lahirnya UU NO. 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA, MENCABUT beberapa peraturan perundangan yaitu:

  • UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan
  • Staatsblad Tahun 1926 Nomor 226 juncto Staatsblad Tahun 1940 Nomor 450 tentang Undang-Undang Gangguan (Hinderordonnantie)

Dan MENGUBAH 82 (delapan puluh dua) UNDANG-UNDANG lainnya meliputi:

  • UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
  • UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah
  • UU No. 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan
  • UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air
  • UU No. 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
  • UU No. 6 Tahun 2017 tentang Arsitek
  • UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
  • UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia
  • UU No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam
  • UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
  • UU No. 13 Tahun 2016 tentang Paten
  • UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
  • UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
  • UU No. 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
  • UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan
  • UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal
  • UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan
  • UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
  • UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
  • UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
  • UU No. 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi
  • UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
  • UU No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
  • UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
  • UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
  • UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan
  • UU No. 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan
  • UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian
  • UU No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial
  • UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
  • UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
  • UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
  • UU No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura
  • UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan
  • UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
  • UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
  • UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
  • UU No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus
  • UU No. 38 Tahun 2009 tentang POS
  • UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
  • UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
  • UU No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman
  • UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
  • UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan
  • UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
  • UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
  • UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
  • UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
  • UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
  • UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
  • UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
  • UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
  • UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
  • UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
  • UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
  • UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
  • UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
  • UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
  • UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan
  • UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
  • UU No. 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang
  • UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
  • UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
  • UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
  • UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
  • UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
  • UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
  • UU No. 37 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Menjadi Undang-Undang
  • UU No. 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-Undang
  • UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
  • UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
  • UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
  • UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
  • UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
  • UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
  • UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran
  • UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
  • UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
  • UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
  • UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
  • UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
  • UU No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal

Undang-Undang tentang Penataan Ruang juga termasuk dalam peraturan perundangan yang mengalami perubahan, Berikut persandingan beberapa pasal dalam UU Penataan Ruang yang mengalama perubahan dalam UU Cipta Kerja:

No.

Pasal

Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Ket
1. Pasal 1 Angka 7

Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Angka 8

Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

Angka 32

Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang adalah kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang.

Angka 7

Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Angka 8

Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Angka 32

Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

 
2. Pasal 6 (1)     Penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan:

a.        kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana;

b.       potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan, kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, dan lingkungan hidup serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan; dan

c.        geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.

(2)     Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dilakukan secara  berjenjang dan komplementer.

(3)     Penataan ruang wilayah secara berjenjang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan cara rencana tata ruang wilayah nasional dijadikan acuan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota, dan rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi acuan bagi penyusunan rencana tata ruang kabupaten/kota.

(4)     Penataan ruang wilayah secara komplementer sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota yang disusun saling melengkapi satu sama lain dan bersinergi sehingga tidak terjadi tumpang tindih pengaturan rencana tata ruang.

(5)     Penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang wilayah yurisdiksi dan wilayah kedaulatan nasional yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan.

(6)     Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan.

(7)     Pengelolaan sumber daya ruang laut dan ruang udara diatur dengan Undang-Undang tersendiri.

(8)     Dalam hal terjadi ketidaksesuaian antara pola ruang rencana tata ruang dan kawasan hutan, izin dan/atau hak atas tanah, penyelesaian ketidaksesuaian.

(1)     Penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan:

a.        kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana;

b.       potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan; kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan; dan

c.        geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.

(2)     Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dilakukan secara berjenjang dan komplementer.

(3)     Penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang wilayah yurisdiksi dan wilayah kedaulatan nasional yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan.

(4)     Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

(5)     Ruang laut dan ruang udara, pengelolaannya diatur dengan undang-undang tersendiri.

 
3. Pasal 8 (1)     Wewenang Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:

a.        pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional;

b.       pemberian bantuan teknis bagi penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi, wilayah kabupaten/kota, dan rencana detail tata ruang;

c.        pembinaan teknis dalam kegiatan penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi, rencana tata ruang wilayah kabupaten/ kota, dan rencana detail tata ruang;

d.       pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional;

e.        pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional; dan

f.         kerja sama penataan ruang antarnegara dan memfasilitasi kerja sama penataan ruang antarprovinsi.

(2)     Wewenang Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan penataan ruang nasional meliputi:

a.        perencanaan tata ruang wilayah nasional;

b.       pemanfaatan ruang wilayah nasional; dan

c.        pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional.

(3)     Wewenang Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional meliputi:

a.        penetapan kawasan strategis nasional;

b.       perencanaan tata ruang kawasan strategis nasional;

c.        pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional; dan

d.       pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional.

(4)     Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang, Pemerintah Pusat berwenang menyusun dan menetapkan pedoman bidang penataan ruang.

(5)     Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pemerintah Pusat:

a.        menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan:

1.     rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional; dan

2.     pedoman bidang penataan ruang.

b.       menetapkan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.

(6)     Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan penyelenggaraan penataan ruang diatur dalam Peraturan Pemerintah.

(1)     Wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:

a.        pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah

b.       nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;

c.        pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional;

d.       pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional; dan

e.        kerja sama penataan ruang antarnegara dan antarprovinsi.

(2)     Wewenang Pemerintah dalam pelaksanaan penataan ruang nasional meliputi:

a.        perencanaan tata ruang wilayah nasional;

b.       pemanfaatan ruang wilayah nasional; dan

c.        pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional.

(3)     Wewenang Pemerintah dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis nasional meliputi:

a.        penetapan kawasan strategis nasional;

b.       perencanaan tata ruang kawasan strategis nasional;

c.        pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional; dan

d.       pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional.

(4)     Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan huruf d dapat dilaksanakan pemerintah daerah melalui dekonsentrasi dan/atau tugas pembantuan.

(5)     Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang, Pemerintah berwenang menyusun dan menetapkan pedoman bidang penataan ruang.

(6)     Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), Pemerintah:

a.        menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan:

1)       rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional;

2)       arahan peraturan zonasi untuk sistem nasional yang disusun dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional; dan

3)       pedoman bidang penataan ruang;

b.       menetapkan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.

 
4. Pasal 9 (1)     Penyelenggaraan penataan ruang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat.

(2)     Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan tanggung jawab penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

(1)     Penyelenggaraan penataan ruang dilaksanakan oleh seorang Menteri.

(2)     Tugas dan tanggung jawab Menteri dalam penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:

a.        pengaturan, pembinaan, dan pengawasan penataan ruang;

b.       pelaksanaan penataan ruang nasional; dan

c.        koordinasi penyelenggaraan penataan ruang lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan.

Peran menteri tidak ada lagi ^.^

Tapi diganti oleh Pemerintah Pusat yang dimaksud adalah Menteri wkwkwkwkw

5. Pasal 10 Wewenang Pemerintah Daerah provinsi dilaksanakan sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:

a.        pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi, dan kabupaten/kota;

b.       pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi; dan

c.        kerja sama penataan ruang fasilitasi kerja sama antarkabupaten/kota.

(1)     Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:

a.        pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi dan kabupaten/kota;

b.       pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi;

c.        pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan

d.       kerja sama penataan ruang antarprovinsi dan pemfasilitasan kerja sama penataan ruang antarkabupaten/kota.

(2)     Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a.        perencanaan tata ruang wilayah provinsi;

b.       pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan

c.        pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi.

(3)     Dalam penataan ruang kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, pemerintah daerah provinsi melaksanakan:

a.        penetapan kawasan strategis provinsi;

b.       perencanaan tata ruang kawasan strategis provinsi;

c.        pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi; dan

d.       pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi.

(4)     Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan huruf d dapat dilaksanakan pemerintah daerah kabupaten/kota melalui tugas pembantuan.

(5)     Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang wilayah provinsi, pemerintah daerah provinsi dapat menyusun petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

(6)     Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pemerintah daerah provinsi:

a.        menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan:

1)       rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi;

2)       arahan peraturan zonasi untuk sistem provinsi yang disusun dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan

3)       petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang;

b.       melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.

(7)     Dalam hal pemerintah daerah provinsi tidak dapat memenuhi standar pelayanan minimal bidang penataan ruang, Pemerintah mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Mengikuti NSPK dari Pemerintah Pusat
6. Pasal 11 Wewenang Pemerintah Daerah kabupaten/kota dilaksanakan sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:

a.        pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kola;

b.       pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; dan

c.        kerja sama penataan ruang antarkabupaten/ kota.

(1)     Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:

a.        pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis kabupaten/kota;

b.       pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota;

c.        pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan

d.       kerja sama penataan ruang antarkabupaten/ kota.

(2)     Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a.        perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/ kota;

b.       pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; dan

c.        pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.

(3)     Dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, pemerintah daerah kabupaten/kota melaksanakan:

a.        penetapan kawasan strategis kabupaten/kota;

b.       perencanaan tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota;

c.        pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan

d.       pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.

(4)     Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pemerintah daerah kabupaten/kota mengacu pada pedoman bidang penataan ruang dan petunjuk pelaksanaannya.

(5)     Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), pemerintah daerah kabupaten/kota:

a.        menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; dan

b.       melaksanakan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.

(6)     Dalam hal pemerintah daerah kabupaten/kota tidak dapat memenuhi standar pelayanan minimal bidang penataan ruang, pemerintah daerah provinsi dapat mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Mengikuti NSPK dari Pemerintah Pusat
7. Pasal 14 (1)     Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan:

a.        rencana umum tata ruang; dan

b.       rencana rinci tata ruang.

(2)     Rencana umum tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a secara hierarki terdiri atas:

a.        rencana tata ruang wilayah nasional;

b.       rencana tata ruang wilayah provinsi; dan

c.        rencana tata rutang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota.

(3)     Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:

a.        rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional; dan

b.       rencana detail tata ruang kabupaten/kota.

(4)     Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun sebagai perangkat operasional rencana umum tata ruang.

(5)     Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a disusun apabila:

a.        rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan/atau

b.       rencana umum tata ruang yang mencakup wilayah perencanaan yang luas dan skala peta dalam rencana umum tata ruang tersebut memerlukan perincian sebelum dioperasionalkan.

(6)     Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat ketelitian peta rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

(1)     Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan:

a.        rencana umum tata ruang; dan

b.       rencana rinci tata ruang.

(2)     Rencana umum tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a secara berhierarki terdiri atas:

a.        Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;

b.       rencana tata ruang wilayah provinsi; dan

c.        rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata ruang wilayah kota.

(3)     Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:

a.        rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata ruang kawasan strategis nasional;

b.       rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan

c.        rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota.

(4)     Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun sebagai perangkat operasional rencana umum tata ruang.

(5)     Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b disusun apabila:

a.        rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan/atau

b.       rencana umum tata ruang mencakup wilayah perencanaan yang luas dan skala peta dalam rencana umum tata ruang tersebut memerlukan perincian sebelum dioperasionalkan.

(6)     Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dijadikan dasar bagi penyusunan peraturan zonasi.

(7)     Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat ketelitian peta rencana tata ruang diatur dengan peraturan pemerintah.

 
8. Pasal 14 A (1)     Pelaksanaan penyusunan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilakukan dengan memperhatikan:

a.        daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dan kajian lingkungan hidup strategis; dan

b.       kedetailan informasi tata ruang yang akan disajikan serta kesesuaian ketelitian peta rencana tata ruang.

(2)     Penyusunan kajian lingkungan hidup strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dalam penyusunan rencana tata ruang.

(3)     Pemenuhan kesesuaian ketelitian peta rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan melalui penyusunan peta rencana tata ruang di atas Peta Dasar.

(4)     Dalam haI Peta Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum tersedia, penyusunan rencana tata ruang dilakukan dengan menggunakan Peta Dasar lainnya.

Dokumen Lingkungan seperti KLHS harus disusun.

 

Ketelitian Peta Dasar haurs diperhatikan.

9. Pasal 17 (1)     Muatan rencana tata ruang mencakup:

a.        rencana struktur ruang; dan

b.       rencana pola ruang.

(2)     Rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana.

(3)     Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya.

(4)     Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan,  dan keamanan.

(5)     Dalam rangka pelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pada rencana tata ruang wilayah ditetapkan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk setiap pulau, daerah aliran sungai, provinsi, kabupaten/ kota, berdasarkan kondisi biogeofisik, iklim, penduduk, dan keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat.

(6)     Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan keterkaitan antarwilayah, antarfungsi kawasan, dan antarkegiatan kawasan.

(7)     Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pen1rusunan rencana tata ruang yang berkaitan dengan fungsi pertahanan dan keamanan sebagai subsistem rencana tata ruang wilayah diatur dalam Peraturan Pemerintah.

(1)     Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang.

(2)     Rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana.

(3)     Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya.

(4)     Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan, dan keamanan.

(5)     Dalam rangka pelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai.

(6)     Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan keterkaitan antarwilayah, antarfungsi kawasan, dan antarkegiatan kawasan.

(7)     Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana tata ruang yang berkaitan dengan fungsi pertahanan dan keamanan sebagai subsistem rencana tata ruang wilayah diatur dengan peraturan pemerintah.

Hilangnya penetapan Kawasan Hutan 30 % dari luas daerah aliran sungai.
10. Pasal 18 (1)     Penetapan rencana tata ruang wilayah provinsi atau kabupatenlkota dan rencana detail tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi dari Pemerintah Pusat.

(2)     Sebelum diajukan persetujuan substansi kepada Pemerintah Pusat, rencana detail tata ruang kabupaten/kota yang dituangkan dalam rancangan Peraturan Kepala Daerah Kabupaten/Kota terlebih

dahulu dilakukan konsultasi publik termasuk dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

(3)     Bupati/Wali Kota wajib menetapkan rancangan peraturan kepala daerah kabupaten/kota tentang rencana detail tata ruang paling lama 1 (satu) bulan setelah mendapat persetujuan substansi dari Pemerintah Pusat.

(4)     Dalam hal bupati/wali kota tidak menetapkan rencana detail tata ruang setelah jangka waktu sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3), rencana detail tata ruang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

(5)     Ketentuan lebih lanjut mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi atau kabupatenlkota dan rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

(1)     Penetapan rancangan peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi dari Menteri.

(2)     Penetapan rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota dan rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan substansi dari Menteri setelah mendapatkan rekomendasi Gubernur.

(3)     Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri.

Dihapus:

Persub dari Menteri <- Rekomgub

 

Diganti:

Persub dari Pemerintah Pusat <- Ranpewako/Ranperbup <- Konsultasi Publik DPRD <- Konsultasi Publik dengan Masyarakat.

 

Bupati/Walikota menetapkan Ranperwako/Ranperbup paling lama 1(satu) Bulan setelah Persub. Jika terlambat akan di tetapkan oleh Pemerintah Pusat.

 

 

11. Pasal 20 (1)     Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional memuat:

a.        tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah nasional;

b.       rencana struktur ruang wilayah nasional yang meliputi sistem perkotaan nasional yang terkait dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana utama;

c.        rencana pola ruang wilayah nasional yang meliputi kawasan lindung nasional dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional;

d.       penetapan kawasan strategis nasional;

e.        arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan

f.         arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional yang berisi indikasi arahan zonasi sistem nasional, arahan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

(2)     Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menjadi pedoman untuk:

a.        penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional;

b.       penyuusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional;

c.        pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional;

d.       pewujudan keterpadu.an, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor;

e.        penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;

f.         penataan ruang kawasan strategis nasional; dan

g.        penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

(3)     Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah 20 (dua puluh) tahun.

(4)     Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam setiap periode 5 (lima) tahunan.

(5)     Peninjauan kembali rencana tata ruang dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam periode 5 (lima) tahun apabila terjadi perubahan lingkungan strategis berupa:

a.        bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan;

b.       perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan dengan Undang-Undang;

c.        perubahan batas wilayah daerah yang ditetapkan dengan Undang-Undang; dan

d.       perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis.

(6)     Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

(1)     Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional memuat:

a.        tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah nasional;

b.       rencana struktur ruang wilayah nasional yang meliputi sistem perkotaan nasional yang terkait dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana utama;

c.        rencana pola ruang wilayah nasional yang meliputi kawasan lindung nasional dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional;

d.       penetapan kawasan strategis nasional;

e.        arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan

f.         arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem nasional, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

(2)     Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menjadi pedoman untuk:

a.        penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional;

b.       penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional;

c.        pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional;

d.       mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor;

e.        penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;

f.         penataan ruang kawasan strategis nasional; dan

g.        penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

(3)     Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah 20 (dua puluh) tahun.

(4)     Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(5)     Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan dengan Undang-Undang, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(6)     Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional diatur dengan peraturan pemerintah.

PK bisa lebih satu kali dalam 5 tahun, disebabkan oleh 4 hal meliputi: Bencana alam skala besar, perubahan batas territoria, batas negara, dan kebijakan strategis nasional.
12. Pasal 22 (1)     Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi mengacu pada:

a.        Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;

b.       pedoman bidang penataan ruang; dan

c.        rencana pembangunan jangka panjang daerah.

(2)     Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi harus memperhatikan:

a.        perkembangan permasalahan nasional dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang provinsi;

b.       upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi provinsi;

c.        keselarasan aspirasi pembangunan provinsi dan pembangunan kabupaten / kota;

d.       daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

e.        rencana pembangunan jangka panjang daerah;

f.         rencana tata ruang wilayah provinsi yang berbatasan; dan

g.        rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

(1)     Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi mengacu pada:

a.        Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;

b.       pedoman bidang penataan ruang; dan

c.        rencana pembangunan jangka panjang daerah.

(2)     Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi harus memperhatikan:

a.        perkembangan permasalahan nasional dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang provinsi;

b.       upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi provinsi;

c.        keselarasan aspirasi pembangunan provinsi dan pembangunan kabupaten/kota;

d.       daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

e.        rencana pembangunan jangka panjang daerah;

f.         rencana tata ruang wilayah provinsi yang berbatasan;

g.        rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan

h.       rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi DIHAPUS
13. Pasal 23 (1)     Rencana tata ruang wilayah provinsi memuat:

a.        tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi;

b.       rencana struktur ruang wilayah provinsi yang meliputi sistem perkotaan dalam wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana wilayah provinsi;

c.        rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis provinsi;

d.       arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan

e.        arahan pengendalian pemanfaatan rutang wilayah provinsi yang berisi indikasi arahan zonasi sistem provinsi, arahan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

(2)     Rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi pedoman untuk:

a.        penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;

b.       penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;

c.        pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam wilayah provinsi;

d.       pewujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah kabupaten/kota, serta ke serasian antarsektor ;

e.        penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan

f.         penataan ruang wilayah kabupaten/kota.

(3)     Jangka waktu rencana tata ruang wilayah provinsi adalah 20 (dua puluh) tahun.

(4)     Rencana tata ruang wilayah provinsi ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam setiap periode 5 (lima) tahunan.

(5)     Peninjauan kembali rencana tata ruang wilayah provinsi dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dalam periode 5 (lima) tahun apabila terjadi perubahan lingkungan strategis berupa:

a.        bencana alam yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan;

b.       perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan dengan Undang-Undang;

c.        perubahan batas wilayah daerah yang ditetapkan dengan Undang-Undang; dan

d.       perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis.

(6)     Rencana tata ruang wilayah provinsi ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi.

(7)     Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib ditetapkan paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak mendapat persetujuan substansi dari Pemerintah Pusat.

(8)     Dalam hal Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum ditetapkan, Gubernur menetapkan rencana tata ruang wilayah provinsi paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak mendapat persetujuan substansi dari Pemerintah Pusat.

(9)     Dalam hal rencana tata ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) belum ditetapkan oleh Gubernur, rencana tata ruang wilayah provinsi ditetapkan oleh Pemerintah pusat paling lama 4 (empat) bulan terhitung sejak mendapat persetujuan substansi dari Pemerintah Pusat.

(1)     Rencana tata ruang wilayah provinsi memuat:

a.        tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi;

b.       rencana struktur ruang wilayah provinsi yang meliputi sistem perkotaan dalam wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan sistem jaringan prasarana wilayah provinsi;

c.        rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis provinsi;

d.       penetapan kawasan strategis provinsi;

e.        arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan

f.         arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

(2)     Rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi pedoman untuk:

a.        penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;

b.       penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;

c.        pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam wilayah provinsi;

d.       mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah kabupaten/kota, serta keserasian antarsektor;

e.        penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;

f.         penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan

g.        penataan ruang wilayah kabupaten/kota.

(3)     Jangka waktu rencana tata ruang wilayah provinsi adalah 20 (dua puluh) tahun.

(4)     Rencana tata ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(5)     Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara dan/atau wilayah provinsi yang ditetapkan dengan Undang-Undang, rencana tata ruang wilayah provinsi ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(6)     Rencana tata ruang wilayah provinsi ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi.

Tengat waktu 4 bulan setelah persub
14. Pasal 24 Dihapus (1)     Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf b ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi.

(2)     Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.

Pemerintah Pusat dong
15. Pasal 25 (1)     Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten mengacu pada:

a.        Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi;

b.       pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan

c.        rencana pembangunan jangka panjang daerah.

(2)     Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten harus memperhatikan:

a.        perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang kabupaten;

b.       upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kabupaten;

c.        keselarasan aspirasi pembangunan kabupaten;

d.       daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

e.        rencana pembangunan jangka panjang daerah; dan

f.         rencana tata ruang wilayah kabupaten yang berbatasan.

(3)     Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten mengacu pada:

a.        Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang wilayah provinsi;

b.       pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; dan

c.        rencana pembangunan jangka panjang daerah.

(4)     Penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten harus memperhatikan:

a.        perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang kabupaten;

b.       upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi kabupaten;

c.        keselarasan aspirasi pembangunan kabupaten;

d.       daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;

e.        rencana pembangunan jangka panjang daerah;

f.         rencana tata ruang wilayah kabupaten yang berbatasan; dan

g.        rencana tata ruang kawasan strategis kabupaten.

 
16. Pasal 26 (1)     Rencana tata ruang wilayah kabupaten memuat:

a.        tujuan, kebijakan, dan strategi penataan rutang wilayah kabupaten;

b.       rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten;

c.        rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten;

d.       arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan

e.        ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum zonasi, ketentuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

(2)     Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi pedoman untuk:

a.        penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;

b.       penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;

c.        pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten;

d.       pewujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor; dan

e.        penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi.

(3)     Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi dasar untuk Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan administrasi pertanahan.

(4)     Jangka waktu rencana tata ruang wilayah kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun.

(5)     Rencana tata ruang wilayah kabupaten ditinjau kembali 1 (satu) kali pada setiap periode 5 (lima) tahunan.

(6)     Peninjauan kembali Rencana tata rLlang wilayah kabupaten dapat dilakukan lebih dari I (satu) kali dalam periode 5 (lima) tahun apabila terjadi perubahan lingkungan strategis berupa:

a.        bencana alam yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan;

b.       perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan dengan Undang-Undang;

c.        perubahan batas wilayah daerah yang ditetapkan dengan Undang-Undang; dan

d.       perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis.

(7)     Rencana tata ruang wilayah kabupaten ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten.

(8)     Peraturan Daerah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib ditetapkan paling lama 2 (dua) bulan setelah mendapat persetujuan substansi dari Pemerintah Pusat.

(9)     Dalam hal Peraturan Daerah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (7) belum ditetapkan, Bupati menetapkan rencana tata ruang wilayah kabupaten paling lama 3 (tiga) bulan setelah mendapat persetujuan substansi dari pemerintah pusat.

(10) Dalam hal rencana tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (9) belum ditetapkan oleh Bupati, rencana tata ruang wilayah kabupaten ditetapkan oleh pemerintah pusat paling lama 4 (empat) bulan setelah mendapat persetujuan substansi dari Pemerintah pusat.

(1)     Rencana tata ruang wilayah kabupaten memuat:

a.        tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten;

b.       rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem perkotaan di wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dan sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten;

c.        rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten;

d.       penetapan kawasan strategis kabupaten;

e.        arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan

f.         ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

(2)     Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi pedoman untuk:

a.        penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah;

b.       penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;

c.        pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten;

d.       mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor;

e.        penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan

f.         penataan ruang kawasan strategis kabupaten.

(3)     Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan.

(4)     Jangka waktu rencana tata ruang wilayah kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun.

(5)     Rencana tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(6)     Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara, wilayah provinsi, dan/atau wilayah kabupaten yang ditetapkan dengan Undang-Undang, rencana tata ruang wilayah kabupaten ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(7)     Rencana tata ruang wilayah kabupaten ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten.

 
17. Pasal 27 Dihapus (1)     Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf c ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten.

(2)     Ketentuan mengenai muatan, pedoman, dan tata cara penyusunan rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.

 
18. Pasal 34 A (1)     Dalam hal terdapat perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (5) huruf d, Pasal 23 ayat (5) huruf d, dan Pasal 26 ayat (6) huruf d belum dimuat dalam rencana tata ruang dan/atau rencana zonasi, pemanfaatan ruang tetap dapat dilaksanakan.

(2)     Pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah mendapat rekomendasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang dari Pemerintah pusat.

Kebijakan Strategis Nasional HARUS DILAKSANAKAN
19. Pasal 35 Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui:

a.        ketentuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang;

b.       pemberian insentif dan disinsentif; dan

c.        pengenaan sanksi.

Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.  
20. Pasal 37 (1)     Persetujuan Kesesuaian Kegiatan pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 diterbitkan oleh Pemerintah Pusat.

(2)     Persetujuan Kesesuaian Kegiatan pemanfaatan Ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah pusat.

(3)     Persetujuan Kesesuaian Kegiatan pemanfaatan Ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum.

(4)     Persetujuan Kesesuaian Kegiatan pemanfaatan Ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh pemerintah pusat.

(5)     Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), dapat dimintakan ganti kerugian yang layak kepada instansi pemberi persetujuan.

(6)     Kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh pemerintah pusat dengan memberikan ganti kerugian yang layak.

(7)     Setiap pejabat pemerintah yang berwenang dilarang menerbitkan persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

(8)     Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perorehan persetujuan Kesesuaian Kegiatan pemanfaatan Ruang dan tata cara pemberian ganti kerugian yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diatur dalam Peraturan pemerintah.

(1)     Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diatur oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)     Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3)     Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum.

(4)     Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

(5)     Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat dimintakan penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin.

(6)     Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan memberikan ganti kerugian yang layak.

(7)     Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

(8)     Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan peraturan pemerintah.

 
21. Pasal 48 (1)     Penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan untuk:

a.        pemberdayaan masyarakat perdesaan;

b.       pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya;

c.        konservasi sumber daya alam;

d.       pelestarian warisan budaya lokal;

e.        pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahanan pangan; dan

f.         penjagaan keseimbangan pembangunan perdesaan-perkotaan.

(2)     Ketentuan lebih lanjut mengenai pelindungan terhadap kawasan lahan abadi pertanian pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diatur dalam Undang-Undang.

(3)     Penataan ruang kawasan perdesaan diselenggarakan pada:

a.        kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten; atau

b.       kawasan yang secara fungsional berciri perdesaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten pada satu atau lebih wilayah provinsi.

(4)     Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan ruang kawasan perdesaan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

(1)     Penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan untuk:

a.        pemberdayaan masyarakat perdesaan;

b.       pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya;

c.        konservasi sumber daya alam;

d.       pelestarian warisan budaya lokal;

e.        pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahanan pangan; dan

f.         penjagaan keseimbangan pembangunan perdesaan-perkotaan.

(2)     Ketentuan lebih lanjut mengenai pelindungan terhadap kawasan lahan abadi pertanian pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diatur dengan Undang-Undang.

(3)     Penataan ruang kawasan perdesaan diselenggarakan pada:

a.        kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten; atau

b.       kawasan yang secara fungsional berciri perdesaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten pada satu atau lebih wilayah provinsi.

(4)     Kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk kawasan agropolitan.

(5)     Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan ruang kawasan agropolitan diatur dengan peraturan pemerintah.

(6)     Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan ruang kawasan perdesaan diatur dengan peraturan pemerintah.

Kawasan Agropolitan Lenyap.
22. Pasal 49 Dihapus Rencana tata ruang kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten adalah bagian rencana tata ruang wilayah kabupaten.  
23. Pasal 50 Dihapus (1)     Penataan ruang kawasan perdesaan dalam 1 (satu) wilayah kabupaten dapat dilakukan pada tingkat wilayah kecamatan atau beberapa wilayah desa atau nama lain yang disamakan dengan desa yang merupakan bentuk detail dari penataan ruang wilayah kabupaten.

(2)     Rencana tata ruang kawasan perdesaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten merupakan alat koordinasi dalam pelaksanaan pembangunan yang bersifat lintas wilayah.

(3)     Rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berisi struktur ruang dan pola ruang yang bersifat lintas wilayah administratif.

 
24. Pasal 51 Dihapus (1)     Rencana tata ruang kawasan agropolitan merupakan rencana rinci tata ruang 1 (satu) atau beberapa wilayah kabupaten.

(2)     Rencana tata ruang kawasan agropolitan memuat:

a.        tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang kawasan agropolitan;

b.       rencana struktur ruang kawasan agropolitan yang meliputi sistem pusat kegiatan dan sistem jaringan prasarana kawasan agropolitan;

c.        rencana pola ruang kawasan agropolitan yang meliputi kawasan lindung dan kawasan budi daya;

d.       arahan pemanfaatan ruang kawasan agropolitan yang berisi indikasi program utama yang bersifat interdependen antardesa; dan

e.        ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan agropolitan yang berisi arahan peraturan zonasi kawasan agropolitan, arahan ketentuan perizinan, arahan ketentuan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.

 
25. Pasal 52 Dihapus (1)     Pemanfaatan ruang kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten merupakan bagian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.

(2)     Pemanfaatan ruang kawasan perdesaan yang merupakan bagian dari 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten dilaksanakan melalui penyusunan program pembangunan beserta pembiayaannya secara terkoordinasi ntarwilayah kabupaten terkait.

 
26. Pasal 53 Dihapus (1)     Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten merupakan bagian pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.

(2)     Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan perdesaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten dilaksanakan oleh setiap kabupaten.

(3)     Untuk kawasan perdesaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten yang mempunyai lembaga kerja sama antarwilayah kabupaten, pengendaliannya dapat dilaksanakan oleh lembaga dimaksud.

 
27. Pasal 54 Dihapus (1)     Penataan ruang kawasan perdesaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten dilaksanakan melalui kerja sama antardaerah.

(2)     Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan ruang kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kawasan agropolitan yang berada dalam 1 (satu) kabupaten diatur dengan peraturan daerah kabupaten, untuk kawasan agropolitan yang berada pada 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten diatur dengan peraturan daerah provinsi, dan untuk kawasan agropolitan yang berada pada 2 (dua) atau lebih wilayah provinsi diatur dengan peraturan pemerintah.

(3)     Penataan ruang kawasan perdesaan diselenggarakan secara terintegrasi dengan kawasan perkotaan sebagai satu kesatuan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.

(4)     Penataan ruang kawasan agropolitan diselenggarakan dalam keterpaduan sistem perkotaan wilayah dan nasional.

(5)     Keterpaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mencakup keterpaduan sistem permukiman, prasarana, sistem ruang terbuka, baik ruang terbuka hijau maupun ruang terbuka nonhijau.

 
28. Pasal 60 Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk:

a.        mengetahui rencana tata ruang;

b.       menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;

c.        memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;

d.       mengajukan tuntuan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;

e.        mengajukan tuntutan pembatalan persetujuan kegiatan penataan ruang dan/atau penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan

f.         mengajukan gugatan ganti kerugian kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan/atau kepada pelaksana kegiatan pemanfaatan ruang apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian.

Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk:

a.        mengetahui rencana tata ruang;

b.       menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;

c.        memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;

d.       mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;

e.        mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan

f.         mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian.

 
29. Pasal 61 Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:

a.        menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;

b.       memanfaatkan ruang sesuai dengan rencana tata ruang;

c.        mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang; dan

d.       memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.

Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:

a.        menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;

b.       memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;

c.        mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan

d.       memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.

 
30. Pasal 62 Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 dikenai sanksi administratif. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61, dikenai sanksi administratif.  
31. Pasal 65 (1)     Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan melibatkan peran masyarakat.

(2)     Peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan, antara lain, melalui:

a.        partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;

b.       partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan

c.        partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

(3)     Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) terdiri atas orang perseorangan dan pelaku usaha.

(4)     Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan bentuk peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

(1)     Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat.

(2)     Peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan, antara lain, melalui:

a.        partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang;

b.       partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan

c.        partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.

(3)     Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan bentuk peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

 
32. Pasal 69 (1)     Setiap orang yang dalam melakukan usaha dan/atau kegiatannya memanfaatkan ruang yang telah ditetapkan tanpa memiliki persetujuan kesesuaian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf a yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp1.O00.000.000,O0 (satu miliar rupiah).

(2)     Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp2.50O.O00.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).

(3)     Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (tima belas) tahun dan denda paling banyak Rp8.000.0O0.000,00 (delapan miliar rupiah).

(1)     Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf a yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2)     Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

(3)     Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Perubahan fungsi ruang :

Penjara 3 tahun

500 jt -> 1 M

 

Kerugian harta benda dan kerusakan barang :

Penjara 8 tahun -> 4 tahun

1.5 M -> 2.5 M

 

Kematian:

Penjara 15 tahun

5 M -> 8 M

33. Pasal 70 (1)     Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dari pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf b yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.OO0,0O (satu miliar rupiah).

(2)     Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp2.500.O0O.O00,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).

(3)     Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima betas) tahun atau denda paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(1)     Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2)     Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan perubahan fungsi ruang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(3)     Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

(4)     Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

 
34. Pasal 71 Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 huruf c yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf c, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).  
35. Pasal 72 Dihapus Setiap orang yang tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf d, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).  
36. Pasal 74 (1)     Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, atau pasal 71 dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 1/3 (sepertiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam pasal 69, pasal 70, atau Pasal 71.

(2)     Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:

a.        pencabutan Perizinan Berusaha; dan /atau

b.       pencabutan status badan hukum.

(1)     Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72 dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72.

(2)     Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:

a.        pencabutan izin usaha; dan/atau

b.       pencabutan status badan hukum.

3 kali -> 1/3 kali
37. Pasal 75 (1)     Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, atau Pasal 71 dapat menuntut ganti kerugian secara perdata kepada pelaku tindak pidana.

(2)     Tuntutan ganti kerugian secara perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum acara perdata.

(1)     Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72, dapat menuntut ganti kerugian secara perdata kepada pelaku tindak pidana.

(2)     Tuntutan ganti kerugian secara perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan hukum acara pidana.

 
Dibuat oleh Suryadi Muchlis (Penata Ruang Ahli Pertama)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *